Rabu, 08 Juli 2015

Patah Hati Terhebat-nya Tessia

H a l o..

Apa kabar semua? Kabarku secara fisik, baik. Jangan tanyakan kabarku secara mental karena jujur aku sedang tidak baik.
Postingan ini aku tulis ketika aku sedang sendirian di dalam kamar, dengan mata agak sembab, sebenarnya dalam kondisi membutuhkan teman untuk mengobrol tapi apa daya aku kembali sendirian lagi karena orang-orang yang kuharapkan kehadirannya sedang sibuk dengan urusannya masing-masing.
Hanya aku sepertinya yang pengangguran di sini. He he he…
Daripada aku menyimpan semuanya sendirian dalam kepala, lebih baik aku membagikannya kepada teman-teman pembaca blog sekalian. Bukan untuk mencari perhatian, apalagi minta dikasihani. Aku hanya ingin menuangkan isi pikiran dan keinginan hati untuk menulis apa yang kurasakan.
Dan, inilah tulisanku mengenai perasaanku saat ini dan beberapa hari terakhir yang membuatku terkadang harus merenungkan ini semua sendirian dan entah kenapa air mata tiba-tiba saja jatuh menuruni pipi.
*Tarik nafas*

Oke, jadi gini…
Seperti pada postingan-postingan sebelumnya, sadarkah kalian bahwa aku sering berbicara mengenai kesendirian? Bahwa, betapa tidak menyenangkannya merasa sendirian? Betapa menyedihkannya menjadi manusia yang merasa dirinya tidak dibutuhkan sebesar dia membutuhkan orang lain?
               
Aku merasakannya.
               
Aku merasa seperti aku menginginkan orang yang kusayangi ‘hadir’ dalam hidupku, menemaniku mengobrol setiap hari, bercanda, sharing, membagikan apa saja yang bisa dibagikan pada hari itu tanpa rasa jenuh. Akan tetapi, masalahnya adalah aku tidak merasa mereka juga merasakan ‘hal’ yang sama denganku. Aku merasa dalam konteks ini seperti hanya aku saja yang membutuhkan kehadiran mereka tetapi mereka tidak membutuhkan aku. Mengerti?
Aku merasa seperti orang yang tidak diharapkan atau dirindukan kehadirannya seperti aku merindukan mereka hadir menemani hari-hariku.
Aku tahu, mereka sibuk. Tetapi, ketika pada suatu saat aku sedang iseng memeriksa twitter. Ada satu quote yang membuatku tertohok ketika membacanya.
“Tidak ada orang yang terlalu sibuk untuk orang yang disayanginya. Jika mereka benar-benar menyanyangimu, maka akan selalu ada waktu untuk mereka sanggup menemanimu. Semua tergantung pada prioritas.”
 Kalimat ini membuatku merasa seperti…. Apakah hanya aku saja yang berpikir bahwa hubunganku dengan orang itu yang ‘terlalu’ berlebihan? Jangan-jangan di mata mereka, aku hanya orang yang kebetulan singgah dalam hidup mereka. Orang yang statusnya hanya sebatas ‘cukup penting’ atau  kemungkinan terburuknya adalah ‘tidak penting’.
Aku mulai berpikiran bahwa apakah ini semua karena mereka mulai jenuh denganku? Apakah aku merupakan teman ngobrol yang membosankan sampai lama-kelamaan mereka terlihat malas mendengar semua cerita-ceritaku dan membalas pesan-pesanku?
Ujung-ujungnya, aku merasa telah dikecewakan. Padahal, aku sangat membutuhkan mereka. Mungkin, karena dari dulu kecil aku terlalu sering ‘sendirian’ dan tidak memiliki teman, jadilah aku menjadi remaja yang…. Seperti membutuhkan juga kasih sayang dari orang lain (perhatian, kepedulian). Aku sekali-kali ingin merasakan bagaimana rasanya disayangi dengan sangat oleh orang lain, dirindukan kehadirannya oleh orang lain, dinanti-nantikan ocehannya.
Tapi…. Mungkin tidak akan semudah itu untuk bisa merasakan perasaan-perasaan itu. Aku terpaksa hanya bisa membayangkannya dalam imajinasi, dalam bayangan-bayangan yang timbul ketika aku merasa kembali ‘kesepian’ meskipun pada akhirnya bayangan itu hanya berakhir dengan memberikan rasa sakit di dada. Seakan bayangan itu mengejekku bahwa sampai kapan pun aku tidak akan pernah bisa merasakan perasaan-perasaan membahagiakan itu.
Maka, berbahagialah kalian yang dalam hidupnya sudah memiliki orang yang selalu ingin berada di samping kalian, merindukan kalian, menyanyangi kalian. Aku sangat iri dengan orang-orang seperti ini.
*menghembuskan napas*
              
Akan tetapi, biar bagaimanapun juga aku tetap tidak bisa menyalahkan orang-orang yang kuharapkan kehadirannya itu. Mungkin saja ini semua karena salahku? Mungkin saja dalam konteks ini hanya aku saja yang terlalu sensitiv dan egois? Mungkin saja mereka benar-benar sedang sibuk dengan urusannya sampai tidak ada waktu untuk membagikannya sedikit padaku?
Dan yang terpenting, biar bagaimanapun juga, aku tetap tidak bisa menyingkirkan perasaan sayangku pada mereka. Setiap kali mereka bersedih, rasanya ingin sekali aku memberi mereka kata-kata penghiburan, mendoakan mereka, menasihati mereka, bahkan memeluk mereka. Intinya, aku tetap ingin berada di samping mereka walaupun mungkin mereka tidak terlalu mempedulikan kehadiranku, walaupun mungkin keberadaanku tidak memiliki dampak apapun dalam usaha menghilangkan kesedihan mereka. Tapi, aku ingin memberi tahu mereka kalau aku TIDAK PEDULI. Apapun yang terjadi, aku mau di samping mereka.
Karena yang namanya sayang tetap sayang.
Mungkin mulai sekarang aku sudah harus menghilangkan harapan dan keinginan untuk bisa mendapatkan teman ngobrol untuk berbagi kisah di setiap harinya pada orang-orang yang kuharapkan agar bisa mengurangi rasa kecewa. Mulai sekarang, aku mulai bisa menerima bahwa mereka juga memiliki jalan kehidupannya masing-masing yang tidak bisa aku usik lagi.
Aku percaya mereka ini adalah ORANG-ORANG BAIK. Aku tidak mungkin menyanyangi orang jahat. Hati mereka pun sudah pasti hati yang lembut dan baik. Mungkin, hanya aku saja yang harus menerima kenyataannya. Aku saja yang harus bisa terus berada di samping mereka ketika mereka dalam kesedihan, kesepian, luka, penyesalan dan penderitaan walaupun mereka tidak menginginkanku sekalipun.
 
Sebab, aku telah mencoba melintasi jalan lain untuk menghindari mereka tetapi tetap saja aku tidak bisa berhenti menyanyangi orang yang sedari mula telah membuatku menyanyangi mereka dengan sangat.

Sempat terpikir di benakku apakah mereka seperti ini karena salahku?

Kalau begitu, aku ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya pada mereka. Walaupun, aku tahu, permintaan maaf itu mungkin tidak bisa meluruhkan seluruh luka yang tersimpan dalam hati dan benak mereka. Tetapi, aku sungguh-sungguh minta maaf. Biarlah aku sampaikan permintaan maaf ini pada Tuhan, agar dengan cara-Nya tersendiri Tuhan sampaikan pada orang-orang yang kusayangi betapa aku sangat bersyukur mereka telah hadir dalam hidupku. Memberikanku pelajaran bagaimana caranya menyanyangi orang dengan sangat, bagaimana itu rasanya mengalami luka, rasanya mengalami kekecewaan, rasanya mengalami kebahagiaan ketika pada akhirnya mereka datang bersua, berkirim pesan, dan mengobrol denganku di sela-sela kesibukannya, memberikanku pelajaran bagaimana caranya mengasihi, mengajariku untuk bisa menghibur orang-orang yang sedang bersedih.

Aku tahu, permintaan maaf ini tidak akan sampai pada mereka secara tepat karena aku tidak menyebutkan nama mereka satu per satu dan belum tentu juga mereka membaca artikel ini.
*menghembuskan napas lagi*
Terima kasih ya sudah menjadi bagian dari hidupku :'))
               

Yang akan selalu menunggu kehadiran mereka,
Tessia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar