Selasa, 15 Agustus 2017

Tulisan Abstrak

Jam menunjukkan pukul 00.19 WIB.
Seharusnya, aku sudah tertidur, berjalan dalam dunia mimpi yang menyenangkan.
But, here I am; kepala pusing dengan perut mual duduk di balik meja lipat dan mulai mengetik tulisan ini.
Sebenarnya, aku tidak tahu harus menulis tentang apa, bagaimana, siapa, kapan, mengapa, dan dimana.Namun, aku tiba-tiba memikirkan beberapa teman-teman kesayanganku yang kuketahui sedang berada dalam kesedihan, juga kepada si anak kecil yang polos kemarin pagi, dan kepada penjual buku bekas di kampung ilmu maupun di penjual di tempat lainnya.


Bulan dalam pekat malam yang mulai redup:
Hai, Kawan. Apa kabar? Ah, pertanyaan yang terlalu klasik. Tapi, aku rasa aku perlu menanyakannya padamu mengingat tentang bagaimana kita sudah tidak pernah bertukar pesan lagi, seperti dulu. Ya, sebenarnya aku benci membandingkan dengan hal-hal yang sudah berlalu karena menimbulkan perasaan menyesal tiada akhir.

Aku menyesal tidak menjadi sahabat yang lebih baik waktu semuanya masih baik-baik saja.

Mungkin, kamu sudah bosan mendengarnya.
Tapi, terima kasih ya untuk segala sesuatu yang sudah kamu lakukan untukku; membuatku tidak merasa kesepian, merasakan bagaimana rasanya memiliki sahabat yang sangat baik, dan hidup kembali.

Aku tidak menyimpan dendam juga amarah tentang keadaan kita sekarang sebab aku berusaha untuk mengingat yang baik-baik saja.

Banyak hal ingin kutayakan padamu; bagaimana perasaanmu sekarang? Bagaimana kondisi hatimu? Sudahkah luka itu mulai mengering? Masihkah kamu menyalahkan dirimu sendiri atas apa yang sudah terjadi?

Aku pernah berjanji bahwa aku tidak akan melupakanmu. Dan, sepertinya, aku memang tidak akan bisa melupakanmu.

Hai, kamu.. Bulan yang dulu pernah bersinar sangat terang dan indah di kegelapan malam kehidupanku. Aku harap kesedihanmu bertemu ujung secepat mungkin.

Ya, secepatnya. Bila perlu sekarang.

Matahari yang padam:
Hai, kamu. Aku tidak tahu jika orang ini akan menyadarinya atau tidak. Sebab, kenyataannya, kami tidak pernah benar-benar dekat. Orang atau lebih tepatnya teman yang aku bicarakan ini sekali waktu berkata padaku, "Aku ingin menjadi sahabatmu, Tes." 
Aku menyesal tidak menyambut 'keinginanmu' dengan lebih serius dan tulus. Semenjak lulus SMA, aku cukup sering memeriksa profil line maupun instagram-mu.

Aku ingin sekali menanyakan, "Kenapa? Hal apa yang sedang memberatkan hidupmu sekarang ini?" tapi, aku tahu kamu pasti tidak akan membalasnya.

Dari sudut pandangku, kamu adalah orang yang sangat beruntung. Kamu terlihat memiliki banyak teman, tidak seperti aku. Kamu merupakan orang yang ceria dan menyenangkan, sementara aku pendiam dan sering dianggap orang memiliki sikap yang menyebalkan. Kamu memiliki bakat seni yang luar biasa, terutama seni lukis dan dekorasi. Kamu juga memiliki hubungan yang intim dengan keluargamu. Sekarang, kamu juga memiliki seorang pria yang katamu memiliki sifat sangat dewasa dan membuatmu nyaman.

Aku turut berbahagia ketika tahu bahwa kamu mendapatkan teman yang jauh lebih banyak dan menyenangkan di kampusmu sekarang.

Tuhan tahu kamu anak yang baik. Dia tidak akan membiarkanmu sedih begitu lama. Yang perlu kamu lakukan hanyalah membuka mata dan melihat sekitar; begitu banyak orang yang menyanyangimu dengan tulus.

Maaf, kalau aku menyebalkan atau pernah menyakitimu. Aku tidak pernah bermaksud melakukannya.

Kesedihan apapun yang kamu hadapi sekarang; jangan menyerah, ya.
Aku tahu bagaimana perasaannya ingin menyerah pada kehidupan.
Aku tahu bagaimana perasaannya putus asa.
Aku tahu bagaimana rasanya menangis hampir setiap hari ketika semua orang sedang tertidur pulas.
Aku tahu...

dan, aku tidak ingin kamu merasakannya terlalu lama.

Kamu tidak pernah sendirian.
Kamu itu orang yang luar biasa dengan banyaknya orang yang mengasihimu.


Penjual buku di antara serangan nyamuk:

Pasti berat ya, Pak, Bu.
Duduk dalam suatu ruangan sempit yang pengap, belum lagi asap kendaraan yang ramai berlalu lalang di jalan raya. Ditambah pula harus bergelut dengan serangan nyamuk. Padahal, hasil yang didapatkan mungkin bagi sebagian orang tidak seberapa banyak.
Jujur, saya merasa bersalah, Pak, Bu. Ketika mencari-cari judul buku tertentu kemudian bapak dan ibu sudah mencarikannya susah payah, saya justru membatalkannya oleh suatu alasan tertentu seperti; ada toko buku lain yang menjual lebih murah. Maaafff yaaa :((
Saya merasa lebih bersalah lagi apabila ibu dan bapak tetap tersenyum hangat ketika saya tidak jadi membeli buku.
Saya tahu mungkin bapak atau ibu penjual buku bekas kemungkinan besar tidak akan membaca tulisan ini. Namun, saya tetap ingin menyampaikan permohonan saya kepada Tuhan untuk bapak/ibu penjual buku yang baik hati: semoga Tuhan senantiasa memberikan kebahagiaan, kegigihan, dan senyuman meskipun banyak alasan untuk bersungut-sungut dan semoga anak ibu/bapak menghargai kerja keras kalian sebaik-baiknya.

Anak kecil yang polos:

Hai, adik kecil yang melambaikan tangannya dengan ceria pada pak polisi di perempatan.
Gerakan refleksmu itu membuat setidaknya dua orang tersenyum; aku dan pak polisi itu. Ketika semua orang masa bodoh antara satu sama lain dan mengabaikan pak polisi yang sedang susah payah mengatur jalan raya agar perjalanan orang-orang tidak terganggu, kamu-dengan segala kepolosanmu--menyapa ramah pak polisi itu dan sekaligus membuatku tersenyum bahagia. Dalam tindakan kecilmu, aku merasakan kehangatan tersendiri dalam lubuk hati. Berandai-andai apabila semua orang di Dunia ini memiliki hati yang polos bagaikan anak kecil tadi.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar