Jumat, 06 Juni 2014

Tentang Kita #2

Diantara sekian banyaknya kenangan manis kita dulu...
Aku menempatkan kenangan ini sebagai urutan pertama untuk kutulis.
Kuceritakan.
Kuulang.
Walau hanya dalam serangkaian kata.

Januari, 2013.

Malam. 
20.00 WIB


“Halo.” Kau sapa.
“Halo.”
“Sakit?”
Aku mengangguk. Meski yakin dia tak bisa melihatnya, “Iya.”
“Apa?”
Meringis. Hati. “Flu.”
“Oh..”
“Ya.”
“Makanya, jangan bandel. Jangan hujan-hujanan lagi. Kamu sudah kuperingati berulang kali masih aja hujan-hujanan.” Nasihatnya mulai panjang lebar.
Bah.. Orang sakit malah dinasihatin. Dihibur kek…
“Hmm.. Kamu mau aku apa?”
Aku berpikir. “Nyanyi?”
“Nyanyi?”
“Ya. Nyanyi.”
“NYANYI?” teriaknya nyaris berteriak membuatku harus menjauhkan telepon beberapa sentimeter dari telinga.
“Jangan teriak-teriak!” sahutku kesal.
“….”
Setelah itu, yang kudengar hanya suara desahan napas. Diikuti dengan hening berkepanjangan. Sudahlah, dia pasti nggak akan nyanyi. “Kalau kamu nggak—“
You are my sweetest downfall
I loved you first, I loved you first
Beneath the sheets of paper lies my truth
I have to go, I have to go
Your hair was long when we first met
Mataku membulat lebar. Ini pertama kalinya aku mendengarnya bernyanyi.

Samson went back to bed
Not much hair left on his head
He ate a slice of wonder bread and went right back to bed
And history books forgot about us and the bible didn't mention us
And the bible didn't mention us, not even once
“Kasihan.”
“Memang. Kasihan.”

You are my sweetest downfall
I loved you first, I loved you first
Beneath the stars came fallin' on our heads
But they're just old light, they're just old light
Your hair was long when we first met

“Ekhem. Samson?”
Ssshh..
Samson came to my bed
Told me that my hair was red
Told me I was beautiful and came into my bed
Oh I cut his hair myself one night
A pair of dull scissors in the yellow light
And he told me that I'd done alright
And kissed me 'til the mornin' light, the mornin' light
And he kissed me 'til the mornin' light
“Oh.”
“…”
Samson went back to bed
Not much hair left on his head
Ate a slice of wonderbread and went right back to bed
Oh, we couldn't bring the columns down
Yeah we couldn't destroy a single one
And history books forgot about us
And the bible didn't mention us, not even once
“Jadi?”
“Jadi. Kubilang, masih ada wanita lain yang lebih sakit dari kamu! Jangan berasa seperti Dunia hancur.”
“Maksudmu?”
“Ekhem. Sudah malam. Waktunya tidur.”
“Hmm.. Okelah. Bye.
“Bye.”
“Thanks ya.”
“Iya.”
“….”
“Cepat sembuh ya.”
“Ya.”
“Malam.”
“Malam juga.”
Kala itu, kami bebarengan menutup telepon. Dia membuat perasaanku yang semula kacau balau jadi lebih bahagia. Perasaan sakit hati yang semula kurasakan menguap entah kemana secara magis. Pada waktu itu, aku menuntut dia menghiburku. Bernyanyi buatku. Tanpa kusadari, suaranya yang berbeda dari biasanya. Dia juga sakit.
Dia bilang, jangan hujan-hujanan.
Tapi, dia sendiri hujan-hujanan. Untuk apa?
Rupanya, dia mengkhawatirkanku sewaktu itu. Dia melihatku yang seperti orang dungu berdiri hujan-hujanan di depan gerbang sekolah demi menunggu seorang pria idamannya waktu itu, orang dungu itu menembak pria itu namun ditolak mentah-mentah. Tidak hanya hati orang dungu saja yang retak pada waktu itu.
Hati pria yang terus berdiri di belakangnya itu.
Hati pria yang mengawasi dan mengkhawatirkannya itu juga….
Retak.
***
You are my sweetest downfall
I loved you first
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar