Kawan,
ketika kau sedang sedih,
jangan sungkan tuk ceritakan kisahmu padaku
selagi telingaku masih bisa mendengar
Kan, kudengar betul ceritamu sampai akhir
Beserta dengan segala tawa atau pun tangis yang hadir
Aku mau mendengarmu
Ketika kau sedang sedih,
jangan sungkan tuk datang padaku
dengan membawa air mata yang sudah mengalir pada kedua wajahmu
Pundakku pun tak apa jika kau mau menjadikannya sebagai sandaran
Bahkan, jika kau tak keberatan, kan kuhapus air mata itu dari wajahmu
Selagi tanganku masih dapat bergerak dengan normal
Aku mau melakukannya untukmu
Kau tahu kenapa?
Karena, aku paling tidak mau melihat orang lain bersedih,
menangis bahkan dalam diamnya sekalipun.
Karena aku tahu, betapa payahnya
Betapa sukarnya
Betapa menyedihkannya
Dan, betapa mengerikannya hidup seperti demikian.
Betapa menyedihkannya ketika kau hanya bisa menangis di balik tawa
meringkuk di balik selimut
dengan tangan yang saling bertautan, dalam doa.
Tapi, kawan.
Jika kau melihatku sedang bersedih.
Perlakukanlah seperti yang orang lain lakukan.
Tetap membiarkanku sendirian dalam penderitaan hati tiada tara
Karena, sungguh, aku merasa tidak pantas mendapatkan perhatian sebesar itu
atau, perlakuan semacam itu
Kau lebih pantas mendapatkannya.
Bahkan bila perlu, kau pantas mendapatkan perhatian itu dari manusia yang jauh lebih baik dibandingkan manusia hina satu ini, Kawan.
Biar.
Biar aku di pojok ruangannya yang tergelap
Bergelut dengan waktu dan sendu
Merasakan kesepiannya
yang semakin lama menggeroti sinar penuh harapan
pada mata yang dulunya penuh harapan itu
Maaf.
Maaf.
Bila selama ini, aku telah menjadi kawan yang buruk.
Yang tidak berguna.
Yang telah merepotkan hidupmu.
Kalau bersama denganku hanya karena sebuah 'keterpaksaan'
Better, you leave me now :)
Mungkin, bahagiamu bukan ada padaku.
Maaf.
Hanya satu yang perlu kau tahu, dari lubuk hati terdalam,
aku selalu sayang
rindu
Padamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar