Hai, Readers!
Apa kabar?
Semoga tetap dalam lindungan Yang Maha Kuasa. Pada siang
menjelang sore hari ini, saya ingin menyampaikan sedikit pembelaan saya
terhadap orang tua saya yang sering dikatai dan direndahkan.
Saya tahu, keluarga saya tidak begitu kaya dan berlebihan ‘harta’
seperti anggota keluarga yang lain. Akan tetapi, bagi saya, tidaklah pantas
hanya karena hal-hal kekayaan saja mereka mencemooh orang tua saya dan
memandang rendah mereka. Saya bingung, bagaimana mereka dapat bersikap manis di
hadapan orang yang ‘kaya’ sedangkan pada orang sederhana seperti keluarga saya
ini mereka pandang sebelah mata?
Keluarga yang baik adalah keluarga yang sesungguhnya saling
mengasihi satu sama lain, mendukung, dan menolong bila ada keluarganya yang kesulitan.
Saya jadi mengingat apa yang dikatakan oleh Mario Teguh. Ada
anggota keluarga yang dalam statusnya memang merupakan ‘saudara’ kita tetapi
belum tentu jiwanya ‘bersaudara’ atau ‘berkeluarga’ dengan kita. Anggota
keluarga yang hatinya atau jiwanya belum ‘bersaudara’ dengan kita tidak pantas
berada dalam lingkaran prioritas (lingkaran pertama), mereka cukup dipantaskan
untuk masuk dalam lingkaran kedua.
Sejujurnya, luka di hati yang diakibatkan oleh penghinaan
secara langsung maupun tidak langsung meninggalkan luka cukup dalam dan
membekas dalam ingatan. Pain changes
people, my dearest readers.
Pernah sekali waktu, saya mendengar, ada yang mengatakan
bahwa papa saya merupakan orang yang pemalas. Ingin rasanya saya tertawa
terbahak-bahak di hadapan wajah orang tersebut. Siapa yang mereka sebut
pemalas? Papa saya sedari hari Senin sampai Sabtu membuka toko onderdil dan
bengkel motor, berangkat sore menuju ke daerah yang memerlukan waktu 30 menit
untuk sampai di sana dan membeli barang kulakan lalu pulang malam ke rumah
dengan membawa banyak barang kulakan di sepeda motornya.
Itukah yang namanya pemalas?
Menurut saya, tukang pencemooh seperti itu perlu diberi
pengertian bahwa manusia dilahirkan BUKAN UNTUK MENJADI HAKIM. Manusia dengan
segala keterbatasannya, mampukah ia mengetahui segala kehidupan manusia
termasuk dengan apa yang disembunyikannya? Tidak bukan? Lalu, mengapa mereka
sibuk menghakimi satu sama lain?
Kekayaan sifatnya hanya sementara, Kawan. Dan, hukum karma
pun masih berlaku.
Jujur saja, saya merasa tidak terima ketika mendengar orang
lain mencemooh keluarga saya padahal mereka tidak mengetahui ‘apa-apa’ tentang
kami. Istilahnya, mereka hanya mengetahui ‘kulit’ dari buahnya tetapi sudah
menghakimi dan berbicara mengenai rasa dari buah tersebut.
Akan tetapi, saya ingin berterima kasih kepada mereka.
Karena orang-orang berlidah tajam dan tukang sindir serta pencemooh ini, saya
termotivasi untuk menjadi orang yang sangat sukses dan berhasil. Maka dari
itulah, saya bekerja keras. Meskipun terkadang saya bingung dengan orang-orang
yang mengejek saya karena saya ‘bekerja keras’, tetapi saya sudah bertekad
tidak akan mendengarkan perkataan mereka. Seperti kata Agnes Monica pada
lagunya yang berjudul MUDA, “Mulut setan bicara nggak karuan.”
Dari sini saya belajar, bahwa sebagai manapun kita tidak
melakukan kesalahan dan berusaha untuk baik kepada orang tersebut tetap saja
selalu ada yang ‘kurang’ dari diri kita dan mereka lebih suka memandang pada
kekurangan-kekurangan kita dibandingkan kelebihannya. Mereka lebih suka
menghina dibandingkan memuji. Mereka tidak suka orang yang ‘pernah dihinanya’
menjadi lebih sukses dibandingkan mereka sehingga mereka pun berusaha
menjatuhkan kita.
Saya juga belajar untuk lebih menghargai dan mencintai
orang-orang yang selama ini terus mendukung dan mencintai saya dengan cintanya
yang tanpa henti melalui caranya sendiri. Saya ingin membuat orang-orang
kesayanganku ini bangga terhadap saya.
Saya berdoa kepada Tuhan agar orang-orang kesayangan saya
ini terus diberikan kebahagiaan dan dalam lindungan kasih Tuhan Yang Maha Esa.
Semoga saja kebaikan datang pada hidup mereka semua. Serta berilah kepada
pencemooh umur panjang agar mereka dapat melihat kesuksesan saya dan ajarlah
mereka agar tidak berpindah peran menjadi ‘hakim’ karena peran sebagai ‘hakim’
itu sesungguhnya ada di tangan Tuhan sendiri.
Yang akan terus berjuang keras,
Tessia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar