Sabtu, 11 Juli 2015

Tentang Rumah



Sekitar jam 10 malam tadi, saya termenung di teras rumah sembari mengamati jalan raya yang akhir-akhir ini menjadi semakin ramai mengingat sebentar lagi lebaran akan tiba sebagai gantinya pemandangan bintang di atas langit meskipun kedua hal tersebut tidak dapat dibandingkan. Dari kegiatan-kurang-kerjaan mengamati jalan raya itu… Saya seperti mendapatkan renungan lain yang tercetus begitu saja dari dalam kepala. 

Sebelumnya, saya baru sadar bahwa hari ini, pada tanggal 11 Juli 2015, saya tepat berusia 17 tahun lebih 3 bulan. Yey! *cheers*

Tapi, tunggu… Renungan saya tidak berhubungan dengan ini. Sungguh. Renungan saya kali ini sampai pada sebuah objek yang dinamakan rumah.
 Betapa saya melihat kendaraan di jalan raya berlalu lalang dengan cepat, gegas seolah ingin cepat-cepat sampai pada satu tujuan yaitu: rumah. Definisi rumah bagi sebagian orang mungkin hanya sebatas tempat tinggal biasa atau kebutuhan pokok umat manusia yang memang harus terpenuhi. Akan tetapi, bagi saya, definisi rumah tidak sesempit itu.

Rumah tidak harus dalam arti secara harafiah.

Saya berpikir, mungkin alasan mereka ingin cepat-cepat sampai di rumah adalah karena mereka tahu ada ‘orang-orang terkasih’ yang sedang menunggu mereka dengan tangan terbuka lebar penuh kenyamanan di sana. 

Bagi saya, rumah bukanlah tempat tinggal secara fisik. Tetapi, secara batin. Rumah adalah suatu tempat di mana saya beserta dengan orang-orang terkasih berkumpul dalam suatu tempat bersama-sama lalu menciptakan keharmonisan dan kenyamanan di dalamnya. Tanpa mereka, tempat saya tinggal itu bukanlah bernama ‘rumah’ lagi meskipun saya menetap di sana dalam jangka waktu yang lama. 

Rumah mungkin tidak hanya melambangkan kekayaan tetapi juga hubungan dalam keluarga tersebut.
Sewaktu kecil, saya sempat membayangkan betapa bahagianya jika saya memiliki rumah yang sangat besar dan penuh dengan alat-alat canggih di dalamnya. Akan tetapi, seiring bertambahnya waktu, saya sadar. Bukan rumah macam itu yang saya inginkan. Akankah kita tetap nyaman tinggal di dalam rumah mewah tetapi tidak ada kehangatan di dalamnya?

Rumah yang saya impikan. Rumah yang saya rindukan adalah rumah sederhana mengandung kehangatan keluarga, terjadi suatu keharmonisan di dalamnya—suka dan duka ditanggung bersama-sama secara ikhlas, saling mendukung dan mendoakan. Betapa rumah seperti itu memberikan rasa nyaman tiada terkira bukan?

Dalam banyak hal, sederhana lebih baik dibandingkan kata ‘mewah’. Hidup sederhana mengajarkan kita banyak hal; untuk berjuang lebih keras agar mampu sukses, memiliki hati yang tabah ketika terdapat orang kaya sombong mencemooh kita, mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang kurang mampu, juga diajari bagaimana caranya menghargai hal-hal kecil yang mungkin saja dilewatkan oleh orang-orang kaya.

Terkadang, hal-hal kecil itulah yang justru memberikan kita banyak kenangan indah di dalamnya.
Rumah… Adalah tempat kita untuk berlindung, bertumbuh, mau diajar dan mengajar, saling menolong, menangis serta tertawa. Serta satu hal yang kita tahu pasti, rumah adalah tempat di mana kita harus kembali, Kawan.

Baiklah, waktu sudah menunjukkan 12.11 AM

Selamat pagi!
Selamat Hari Minggu. Tuhan memberkati.

Yang merindukan kehangatan rumah,
Tessia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar