Kata Ed Sheeran, sih.
"We keep this love in a photograph
We made these memories for ourselves
Where our eyes are never closing
Hearts are never broken
Times forever frozen still"
We made these memories for ourselves
Where our eyes are never closing
Hearts are never broken
Times forever frozen still"
Bagiku, foto adalah hal yang magis, ajaib.
Selain itu, sebutan apalagi yang lebih tepat untuk
foto?
Sesuatu yang mengabadikan waktu? Kenangan? Memori?
Sesuatu yang membuat seseorang secara spontan
menyunggingkan senyum?
Dalam satu kali bidikan, foto dapat mengabadikan
momen yang berlalu
Suatu gambaran dalam bentuk dua dimensi itu mampu
membuat seorang manusia mengingat kembali masa lalunya. Entahkah masa lalu yang
mengingatkan pada kebahagiaan, kesedihan, kegilaan. Semuanya. Bidikan foto juga
dapat membuat seseorang yang berhati keras terenyuh, orang yang bahkan dikira
sudah habis air matanya karena tidak pernah terlihat menangis di depan orang
lain pun menitikkan air mata.
Foto bahkan seringkali dijadikan sebagai pengganti
‘dia’ yang sudah tiada. Entahkah mama, papa, adik, atau siapapun yang berharga
dalam kehidupan kita. Pernah lihat seorang nenek yang memeluk foto suaminya
dalam tidur? Atau, pernahkah kalian melihat seorang anak kecil yang rajin
berpamitan di depan foto orang tuanya yang sudah meninggal? Bahkan mungkin
kalian sendiri mungkin pernah berbicara dengan gambar dua dimensi seolah-olah
sedang berbicara dengan manusia sungguhan.
Dalam konteks ini, foto juga dapat dijadikan teman
di kala kamu merasa kesepian.
Foto juga memiliki hal magis lain. Dia mampu membuat
seseorang yang cemberut sepanjang hari menyunggingkan senyumnya di dalam foto.
Itu artinya foto juga objek manipulasi, penipu. Saya yakin hampir semua pembaca
postingan ini pernah atau bahkan sering memaksakan diri untuk tersenyum ketika
lensa kamera di hadapanmu. Kamu akan menolak untuk difoto apabila kamu merasa
wajahmu sedang jelek atau murung. Itu wajar, kok. Aku juga. Kalian juga pasti
pernah merasa saat-saat dimana kalian harus berpura-pura terlihat akrab dengan
seseorang atau bahkan lebih dari satu orang yang tidak kalian sukai. See? Tidak selamanya foto mengandung
kebenaran dalam sebuah momen, seringkali foto juga menyimpan seribu kebohongan
dibalik tinta yang bersatu membentuk objek gambar.
Foto juga dapat menjadi objek tempat manusia
menggantungkan kebutuhan hidupnya. Hal ini dirasakan oleh orang yang berprofesi
sebagai fotografer, pemilik studio foto, pegawai studio foto, dan profesi lain
yang bergantung foto.
Foto juga menjadi simbol harga diri, khususnya
perempuan. Jutaan bahkan miliaran perempuan di seluruh Dunia berlomba-lomba
untuk terlihat cantik di foto dan memperoleh ‘like’ serta ‘follower’ sebanyak
mungkin di Instagram. Untuk yang merasa menjadi bagian dari ‘perempuan’ ini,
aku Cuma mau bilang kalau harga diri kalian atau kecantikan kalian tidak
ditentukan oleh banyaknya like atau follower yang kalian dapatkan di akun
Instagram. Kecantikan sejati datang dari dalam hati, kebaikan yang kalian
lakukan. Jangan pernah menganggap dirimu sendiri buruk rupa, jelek, hanya
karena pandangan orang lain yang tidak dapat menemukan sisi cantik darimu.
Semua orang memiliki sisi indahnya sendiri dan tidak semuanya juga dapat
melihat sisi cantikmu. Hanya orang-orang spesial saja yang dapat melihatnya.
Lagipula, Instagram hanyalah bagian dari dunia ‘maya’. Maya memiliki definisi
sebagai sesuatu yang tidak nyata. Segala sesuatu yang tidak nyata, tidak
penting pula untuk dijadikan patokan utama apakah kamu pantas dihargai atau
tidak, cantic atau tidak. Untuk semua perempuan yang saat ini merasa jelek, aku
cuma mau bilang, kamu cantik dengan apa adanya kamu sekarang. Sudah. Titik.
Tidak ada alinea baru, tambahan, syarat, atau embel-embel.
Kamu cantik.
Sangat cantik.
Berhenti mengatakan pada dirimu sendiri bahwa kamu
buruk rupa, jelek, dan sebagainya.
Karena kamu memang cantik.
Foto menyimpan duka. Apalagi, foto pada saat upacara
pemakaman seseorang yang kamu sayang. Foto menyimpan kenangan bahagia. Terutama
foto pada saat resepsi pernikahan dengan pria yang kamu percayakan seluruh hidupmu
padanya. Foto menyimpan kisah 1001 perjuangan. Contohnya, foto ketika kamu
wisuda. Foto menyimpan kebanggaan. Katakan saja fotomu ketika kamu masih kecil
dan sedang tampil di atas panggung. Kebanggaan siapa? Tentu saja kebanggaan tak
terungkapkan oleh orang tua, tangan yang membidik kamera untuk mengabadikan
momenmu ketika berada di atas panggung. Tangan yang suatu saat akan kamu
rindukan genggamannya….
…ya, suatu saat,
Atau mungkin sudah kamu rindukan?
Foto dapat menceritakan perjalanan hidup seseorang.
Kebetulan, orang tua saya termasuk rajin mengabadikan gambar diri saya dari
bayi. Sehingga, sampai sekarang, saya dapat melihat bagaimana perkembangan dan
pertumbuhan yang saya alami dari bayi sampai saya kuliah. Oh ya, satu lagi,
saya suka melihat foto bayi, batita, atau balita, karena foto-foto itu jujur.
Keceriaan dan tawa yang tertangkap di kamera itu jujur karena bayi tidak tahu
bagaimana caranya memanipulasi perasaan. Dan, saya tahu, saya memiliki masa
kecil yang bahagia karena di dalam foto-foto itu, saya terlihat tersenyum, atau
tertawa dengan menunjukkan barisan gigi baru tumbuh alias tidak lengkap.
Di antara semua foto-foto yang pernah ada, aku
berani mengatakan bahwa foto paling berharga bagi setiap manusia di Bumi ini
bukanlah foto yang menunjukkan kegantengan atau kecantikanmu. Tapi, justru foto
yang membuatmu terbawa kembali dalam kenangan yang indah, foto yang membuatmu
tersenyum atau bahkan tertawa, bisa juga diam-diam menitikkan air mata. Foto
yang membuat hatimu mendadak merasa kehangatan, kebahagiaan karena senyummu di
dalam kamera itu nyata, tidak dibuat-buat. Foto yang membuatmu teringat oleh
wajah-wajah tidak asing. Wajah-wajah yang membuatmu bahagia dan sangat berarti
dalam kehidupanmu.
Itulah foto yang berharga.
Foto yang sejati.
Foto yang tidak bernilai. Foto yang abadi dalam
kartu memorimu, ingatanmu, foto yang mungkin tidak pernah kamu posting di
Instagram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar